Selasa, 19 Juli 2016

Belajar Dari Takashi Miike


Siapa yang tidak kenal dengan Takashi Miike ? Pasti para pembaca sudah tahu film-film yang dihasilkannya, salah satunya yang paling terkenal adalah dwilogi Crows Zero. Tahukah anda, bahwa Takashi Miike mulai dikenal dan dilirik oleh dunia perfilman ketika  membuat film dengan tingkat kekerasan yang sangat tinggi.

Takashi Miike dilahirkan di Osaka 24 Agustus 1960. Sebagai seorang filmmaker, ia adalah salah satu yang paling produktif. Takashi sudah membuat lebih dari 90 teater, video, dan film sejak debutnya di tahun 1990. Karyanya tidak hanya sebatas tentang kekerasan tetapi juga dramatic, humor dan family-friendly. Selain menjadi direktor, ternyata ia juga pernah menjadi aktor, penulis, dan produser.

Takashi Miike memang sutradara yang terkenal dengan ke-nyentrik-kannya. Dikatakan nyentrik karena film-filmnya memang terkenal penuh dengan tingkat kekerasan yang melebihi dosis. Saya sering berimajinasi bagaimana jika semua karakter dalam film dwilogi Crows Zero yang dibesutnya, diberi senjata tajam ?   apakah si Genji mampu tetap berdiri dengan semua luka sabetan dan tusukan di sekujur tubuhnya ? Well, sutradara ini mulai "muncul" ke perfilman global semenjak keluarnya "Ichi The Killer" (2001). Film ini mendapat perhatian karena ke-nyeleneh-annya pada premiere "Ichi The Killer" di Toronto International Film Festival 2001. Dia memberikan tas muntah kepada kepada audiens sebelum menonton filmnya.

Festival Film Roma yang ke-9 pada tahun 2014 bahkan memberi penghargaan pada Takashi Miike sebagai "Maverick Director Award", Penghargaan tersebut mendaulat sang sineas sebagai sosok yang telah memberi kontribusi pada 'penemuan baru, asli, dan film bioskop yang tidak biasa'. Hal itu dikemukakan sendiri oleh direktur artistik festival, Marco Muller. Seperti yang dilansir dari showbiz.liputan6.com, ia menjelaskan alasan Miike menjadi pilihannya dengan berkata, "Setiap film-filmnya adalah perlombaan berbahaya melalui sebuah puisi luar biasa dan imajinasi politik yang mengejutkan. Seleranya di dunia perfilman dan kegembiraannya saat syuting sudah jelas dalam karya-karya awalnya (film video dan film berbiaya rendah)."

Pelajaran yang dapat dipetik dari kisah seorang Takashi Miike adalah, bahwa dalam membuat sebuah film itu harus beda daripada yang lain, harus seunik mungkin, segila mungkin, yang mampu menarik perhatian dan komentar dari berbagai pihak, kemudian diperbincangkan, dan kemudian dengan sendirinya akan membekas di pikiran para penonton dalam waktu yang lama. Tidak apa-apa film itu mengandung tingkat kejijikan yang luar biasa, toh film tersebut mampu diingat dalam jangka waktu yang lama. Itu yang kita sebut diferensiasi dalam film. Artinya mampu berfikir out of the box, mampu membuat karya yang mampu diingat oleh para konsumen tanpa perlu melakukan promosi yang gila-gilaan, yang ternyata"isi"-nya biasa-biasa saja.


.
Siapa yang tidak kenal dengan Francis Ford Coppola? atau Takashi Miike ? Pasti para pembaca sudah tahu film-film yang dihasilkan oleh mereka bertiga. Coppola dengan The Godfather, Takashi Miike dengan dwilogi Crows Zero. Tahukah para pembaca, bahwa ketiga sutradara hebat ini mulai dikenal dan dilirik oleh dunia perfilman ketika masing-masing membuat film dengan tingkat kekerasan yang sangat tinggi ?

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/himura/diferensiasi-dalam-film_550e85a9813311c02cbc6500
Siapa yang tidak kenal dengan Francis Ford Coppola? atau Takashi Miike ? Pasti para pembaca sudah tahu film-film yang dihasilkan oleh mereka bertiga. Coppola dengan The Godfather, Takashi Miike dengan dwilogi Crows Zero. Tahukah para pembaca, bahwa ketiga sutradara hebat ini mulai dikenal dan dilirik oleh dunia perfilman ketika masing-masing membuat film dengan tingkat kekerasan yang sangat tinggi ?

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/himura/diferensiasi-dalam-film_550e85a9813311c02cbc6500

0 komentar:

Posting Komentar